MUSRENBANGDES BUKAN LAGI MILIK ELITE DESA SETELAH ADANYA INTEGRASI PROSES PERENCANAAN

Musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes) yang dulunya menurut istilah jawa dinamakan “Udar Gelung” merupakan musyawarah yang dilaksanakan di desa untuk merencanakan pembangunan desa berdasarkan skala prioritas. Jadi Musrenbangdes yang saat ini ada berawal dari budaya masyarakat yang berkumpul bertujuan untuk bermusyawarah untuk mencapai kemufakatan dalam memprogramkan kegiatan yang ada di desa. Berawal dari budaya inilah kemudian di formalkan menjadi Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Musrenbangdes wajib dilaksanakan setiap tahun oleh desa untuk menyusun  rencana kegiatan pembabangunan baik yang akan diusulkan ketingkat daerah, propinsi maupun pusat. Selain itu juga membahas kegiatan yang akan didanai dari sumber alokasi dana desa (ADD).

Musrenbangdes yang diharapkan dapat melibatkan semua stokeholders namun dalam kenyataan hanya melibatkan elit-elit desa seperti dari unsur pemerintahan desa, LPKMD dan BPD. Kelompok-kelompok lain terutama kaum perempuan dan warga miskin sering kali terlupakan. Mereka dianggap kaum minoritas yang tidak mempunyai kemampuan atau inisiatif dalam proses perencanaan pemabangunan desa. Kalaupun mereka mendapatkan undangan hanya sebagai peserta pasif hanya duduk, diam dan mendengarkan.  Proses musyawarah menjadi monoton, semua keputusan sudah ditetapkan sebelumnya sehingga musyawarah hanya bersifat formalitas.

Instruksi Presiden No 3 tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan, mengamanatkan PNPM-MPd untuk mampu berintegrasi secara horizontal dengan proses perencanaan partisipatif yang telah ada (reguler) di tingkat desa dan kecamatan.  Surat Dirjen PMD tanggal 18 Mei 2010 tentang Panduan Teknis Integrasi menyatakan bahwa pengintegrasian horizontal adalah dengan penyatupaduan proses perencanaan PNPM-MPd ke dalam sistem perencanaan pembangunan reguler (Musrenbang).

Setelah adanya instruksi Presiden dan surat Dirjen PMD tersebut Musrenbangdes yang sebelumnya hanya bersifat monoton menjadi lebih partisipatif. Dimana proses musyawarah dibuat diskusi kelompok sejumlah bidang-bidang yang ada sesuai dengan kondisi desa.  Dengan dibentuknya kelompok-kelompok ini maka setiap peserta akan lebih berani mengeksplorasi gagasannya dengan argumentasinya masing-masing.

Sebagaimana proses Musrenbangdes di desa Klumpit Kecamatan Sawahan untuk mencari skala prioritas usulan masing-masing bidang dibuat kelompok-kelompok diskusi sejumlah 8 bidang yaitu :
kelompok A : Bidang sarana prasarana
kelompok B : Bidang Pendidikan
Kelompok C : Bidang Kesehatan
Kelompok D : Bidang Koperasi dan Usaha Masyarakat
Kelompok E : Bidang Lingkungan Hidup
Kelompok F : Bidang Pemerintahan
Kelompok G : Bidang Sosial Budaya dan
Kelompok H : Bidang Pertanian.

Setiap kelompok diberikan materi berupa draf usulan dan kemudian dipilih maksimal 3 usulan yang dianggap prioritas. Setelah masing-masing kelompok memutuskan 3 usulan dianggap prioritas selanjutnya perwakilan kelompok akan mempresentasikan usulan yang sudah ditetapkan untuk ditanggapi oleh peserta musyawarah lainnya. Setelah adanya tanggapan atau masukan dari peserta musyawarah lainnya baru kemudian diputuskan menjadi usulan skala prioritas desa.

Proses seperti ini sangat bermanfaat bagi warga yang mengikuti musyawarah karena mereka akan merasa lebih dihargai apabila diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasannya. Gagasan yang munculpun bukan hanya sekedar sebatas usulan tetapi merupakan bener-benar kebutuhan mereka dan bukan hanya sekedar keinginan belaka. Selain itu merupakan proses pembelajaran bagi warga masyarakat untuk lebih bisa menghargai pendapat orang lain.

(Moch. Achlis Udin, M.Pd FK Kecamatan Sawahan)


 

PENGUATAN KAPASITAS KT DALAM MENYUSUN DESIGN RAB DENGAN SISTEM "SOROGAN" DI KEC. WONOASRI


Sejak turun surat mengenai kewajiban KT untuk menyusun design RAB sendiri, maka diperlukan penguatan kapasitas kader teknik terutama dalam hal penguasaan ilmu teknik sederhana. Terutama yang berkaitan dengan infrastruktur sederhana didesa.

    Di kecamatan Wonoasri sudah dilakukan sejak tahun 2013 dan berlanjut hingga saat ini. Dimulai saat survey awal lokasi harus dipastikan adanya transfer pengetahuan mengenai cara sederhana melakukan survey awal. Misalnya pada survey saluran drainase KT belajar melakukan pengukuran panjang dan yang dibantu dengan penggunaan  patok atau pilok . Dilakukan juga pembuatan sket potongan melintang saluran dan elevasi saluran untuk mengetahui kemiringan saluran. Hasil survey dimasukkan dalam formulir survey dan BA Pengukuran.

    Fungsi dari pelaksanaan ini adalah KT memahami tata cara penentuan volume pekerjaan yang akan dimasukkan dalam design dan dihitung dalam RAB. Sekaligus untuk melakukan identifikasi awal permasalah teknis dan non teknis  yang mungkin tejadi dalam pelaksanaan yang selanjutnya dituangkan dalam Form 22.

    Tindak lanjut dari hasil survey adalah perhitungan design dan RAB. Pada langkah ini KT dilibatkan secara langsung untuk membuat peta lokasi, gambar design, potongan. FT memberikan pembimbingan langsung dengan sistem "Sorogan". Yaitu desa satu persatu dibimbing langsung oleh FT , sehingga bisa dengan detail membimbing dan melakukan transfer ilmu teknik kepada KT.

    Menurut Barian KT dari desa Bancong metode ini sangat membantu KT dalam memperdalam ilmu teknik, dan "Saya jadi senang karena bisa menghitung kebutuhan material untuk saluran, ini ilmu baru buat kami."

    Selanjutnya KT diajak bersama-sama menghitung volume pekerjaan berdasarkan gambar design dan detail potongan. Diperkenalkan juga untuk mengetahui tatacara membaca Analisa Biaya Konstruksi dalam hal ini SNI tahun 2008. Hasil perhitungan kemudian dimasukkan dalam analisa yang termuat dalam lembaran TOS (Take Off Sheet).

    Hasil akhirnya adalah memasukkan dalam formulir RAB sesuai harga hasil kesepakatan harga tingkat kecamatan. Disini KT aktif melakukan perhitungan sendiri dengan dipantau oleh FT. Hasil perhitungan akhir kemudian dibawa untuk dicek bersama-sama dengan dtingkat desa yang selanjutnya dibuatkan BA Perhitungan design RAB.

    Dengan metode ini manfaatnya adalah  KT bisa memahami dan bisa melakukan  pembuatan design dan analisa perhitungan biaya kontruksi sebuah banguan sederhana. Hasil perhitungan juga dilakukan pengecekan bersama-sama FT dibawah supervisi Fastekab, sehingga kesalahan perhitungan bisa diminimalkan dan mengutamakan pemberdayaan masyarakat.

    "Hasil dari peningkatan ilmu teknik pada KT cukup berhasil ditahun 2013 yang ditandai dengan minimalnya masalah dilapangan, dan progres pekerjaan cepat selesai, " Kata Bapak Zainal yang merupakan Tokoh masyarakat Kecamatan Wonoasri.
"Mudah-mudahan ditahun 2014 ini semakin meningkat dan lebih baik." Amin.....

Penulis : FT Kec. Wonoasri (Dwi Kurniastuti)

 

We say today with...

Total Pageviews

Sekretariat PNPM MPd Kab. Madiun : Jl. Branjangan I B No. 14 Kec. Jiwan Kab. Madiun email: ppk_madiun@yahoo.com
 
Support : Copyright © 2011. PNPM-MPd Kab Madiun - All Rights Reserved
Created and Support By a.n.i.s Proudly powered by Blogger